Minggu, 14 Maret 2010

Mengenal Pomau di Usia ke-62

MENGENAL POMAU : BERKEMBANG KE ARAH ORGANISASI YANG IDEAL

Di usianya ke-62 tahun pada 1 November 2008 ini, Polisi Militer Angkatan Udara (Pomau) telah berkembang menjadi sebuah organisasi penegak hukum militer Angkatan Udara yang relatif ideal. Hal ini diketahui dari telah berjalannya fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai penegak hukum dan disiplin di lingkungan Angkatan Udara sejak tahun 2002 ketika namanya berubah dari Provost menjadi Polisi Militer. Kemajuan tersebut merupakan buah dari dinamika organisasi dan pengawaknya serta dukungan pimpinan TNI dan TNI Angkatan Udara pada Pomau sebagai Badan Pelaksana Pusat Markas Besar Angkatan Udara dalam penegakan hukum.
Indikasi perkembangan terakhir adalah berubahnya penyebutan nama organisasi tingkat pusat dari Pomau menjadi Pusat Polisi Militer Angkatan Udara (Puspomau) pada Mei 2008. Hal ini merupakan cita-cita lama yang terwujud setelah diakomodasi pimpinan. Harapan selanjutnya adalah untuk menaikkan “grade” nya yang akan terwujud juga apabila profesionalisme Pomau dapat dirasakan Prajurit Angkatan Udara dan adanya kesempatan ke arah tersebut.
Apabila kita tengok ke belakang peran Pomau sebelum keadaannya seperti sekarang ini mengalami pasang surut sesuai jiwa jamannya pada saat itu.

SEKILAS SEJARAH POMAU
Pomau lahir dari ide Kepala Staf Angkata Udara (KASAU) pertama Marsekal TNI Rd S. Suryadarma di akhir Bulan September 1946 yang berinisiatif mendirikan “Sekolah Istimewa” di bidang kepolisian untuk mengurangi beban kerja yang semakin berat. Akhirnya dimulailah sekolah pertama yang dinamakan “Sekolah Polisi Udara Darurat” pada 1 November 1946 di Yogyakarta dengan 37 siswa. Mereka direkrut dari staf Pengawas Oemum (PO) Kantor II Markas Tertinggi AURI. Setelah lulus pangkat mereka menjadi Sersan Udara. Ke-37 Sersan Udara tersebut merupakan para pelopor eksistensi Pomau yang awalnya bernama Polisi AURI. Untuk itu guna mengenang awal mula keberadaan Pomau maka melalui pertimbangan pimpinan yang diperkuat dengan keputusan KASAU mulai tahun 2001 ditetapkanlah tanggal 1 November sebagai Hari Jadi Pomau, sebagai momen tahunan mengenang kelahiran Polisi militer Angkatan Udara.
Dengan hadirnya Polisi AURI mau maka tugas-tugas pengaturan ketertiban dan penyelesaian urusan kriminal di seluruh Pangkalan Udara menjadi tugas pokoknya, di samping tugas tambahan sebagai Combat Intelegence, Ajudan dan tugas administrasi penyelesaian surat-surat ijin dan Kartu Tanda Pengenal. Beberapa peran awal Polisi AURI yaitu melaksanakan pengawalan dan pengamanan pesawat udara untuk melakukan penyerangan Belanda di Ambarawa, Salatiga dan Semarang, pengamanan Pesawat Dakota VT–CLA, pengamanan dan pengawalan pesawat udara untuk operasi udara di Jawa dan luar Jawa juga pernah mengadakan negoisasi dengan Muso gembong PKI di Madiun untuk penyelamatan Pimpinan AURI.
Melihat perannya telah dirasakan dan tidak dapat dilepaskan dengan keberadaaan AURI juga beban tugasnya bertambah maka pada tanggal 11 Februari -1 April 1947 diadakanlah pendidikan lanjutan kepolisian militer bagi 11 orang Polisi AURI yang terpilih. Setelah lulus pangkatnya dinaikkan menjadi Sersan Mayor Udara dan menjabat Kepala Bagian Polisi Angkatan Udara di pangkalan udara. Selain itu untuk menambah jumlah personil Polisi AURI dilaksanakan lagi Sekolah Polisi AURI angkatan ke-2 dengan 49 anggota yang

2
pangkatnya Kopral Udara. Sejak itu upaya menambah kekuatan personil terus diupayakan sesuai kebutuhan dari Markas Tertinggi AURI.

DEGRADASI PERAN
Perkembangan lainnya adalah keluarnya penetapan Menteri Pertahanan pada April 1950 mengenai kedudukan dan bentuk Polisi Angkatan Udara. Dalam penetapan tersebut Polisi AURI hanya diberi kewenangan untuk menjalankan penjagaan keamanan sebagai Provost di dalam teritorial masing-masing sedang perkara pidana yang dilakukan di dalam teritorial diserahkan kepada Satuan Polisi Militer TNI AD terdekat. (Garis tebal dari penulis diartikan status Polisi AURI mulai berubah jadi Provost)
Dengan penetapannya sebagai Provost maka tugasnya hanya sebagai penjaga keamanan markas dan kesatrian saja tanpa memiliki wewenang penyidikan dan tugas-tugas kepolisian lainnya. (garis tebal dari penulis bermakna wewenang, fungsi, tugas dan tanggung jawab Polisi Militer berkurang) Demikian juga nama Polisi AURI mulai diubah menjadi Provost AURI/TNI AU. Akibatnya wewenang, fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepolisian di Angkatan Udara hilang karena diserahkan kepada Satuan Polisi Militer TNI AD. Dampak lanjutan lainnya antara lain nama korps di dalam Polisi militer Angkatan Udara juga berubah menjadi pasukan (psk) yang merupakan korpsnya Pasukan Khas TNI AU, perlengkapan perorangan disesuaikan, sarana-prasarana tugas juga terbatas sesuai tugasnya saja, demikian pula personilnya juga terbatas.
Keadaan tersebut tentu tidak sesuai dengan harapan jajaran Provost TNI AU khususnya pejabat terasnya yang mengetahui sejarah awal keberadannya dan peran ideal yang harus dilaksanakan, ibaratnya status sebagai provost bagai “hidup segan mati tidak mau”. Namun perlahan-lahan status tersebut mulai berubah membaik seiring dengan perjuangan dan pergulatan pengawaknya untuk memperbaiki status yang kurang pas tersebut.

TITIK BALIK
Titik terang peran Polisi Militer TNI AU yang lebih luas dimulai pada Februari 2002 ketika keluar keputusan Panglima TNI tentang Pokok-pokok Organisasi dan Prosedur Polisi Militer TNI yang mulai menaikkan status Provost TNI AU menjadi Polisi Militer TNI AU. Keputusan awal tersebut dipertegas dengan keputusan KASAU pada 31 Oktober 2002 tentang penggantian nama Dinas Provost TNI Angkatan Udara (Disprovau) menjadi Polisi Militer Angkatan Udara (Pomau). Kedua keputusan tersebut merupakan titik balik keadaan “susah” sebelumnya karena wewenang, fungsi, tugas dan tanggung jawabnya sebagai kepolisian di Angkatan Udara mulai dikembalikan dari TNI AD.
Sehingga status Pomau membaik mulai dari tingkat Mabes TNI AU sampai di jajaran bawahnya. Karena Pomau dapat menyelenggarakan tugas-tugas kepolisian militer di tubuh Angkatan Udara sendiri tanpa kewajiban menyerahkan kepada Pilisi Militer TNI AD. Beberapa perubahan piranti lunak dan keras dilakukan seperti nama korps pasukan (psk) diganti dengan Polisi Militer (Pom), penambahan personil, juga mulai memiliki markas, menejemen dan aturan tersendiri dari tingkat pusat hingga satuan bawahnya. Maka kini Pomau memiliki delapan fungsi yaitu penyelidikan kriminal dan pengamanan fisik, penegakkan disiplin dan tata tertib, penegakkan hukum, penyidikan,

3
pengurusan tahanan militer dan tuna tertib militer, pengurusan tahanan militer dalam keadaan bahaya/operasi perang dan interniran, pengawalan protokoler kenegaraan dan pengendalian lalu-lintas militer dan penyelenggaran Surat Ijin Mengemudi.
Menyambut Ulang Tahunnya ke-62, Puspomau memilih tema “dengan jiwa dan semangat Wira Waskita, Prajurit Polisi Militer Angkatan Udara siap meningkatkan pengabdian kepada bangsa dan negara”. Hal ini bertujuan mengingatkan kembali jati diri prajurit baret biru sebagai bagian prajurit TNI AU dengan moto “Wira Waskita” yaitu prajurit sejati yang dilandasi sifat-sifat teguh, setia, jujur, adil, ulet, pantang mnyerah, bijaksana, berjiwa besar dan ksatria.
Sedangkan KASAU Marsekal TNI Subandrio menyambut Ulang Tahun Pomau ke-62 berpesan agar prajurit Pomau berhati-hati dalam melaksanakan tugas penegakan hukum agar tidak terjangkiti penyakit kecongkakan kekuasaan atau arogan serta penyalahgunaan kekuasaan yang semua itu dapat merusak citra Pomau.
Dirgahayu Pomau !
Penulis adalah peminat sejarah
dan PAMA TNI AU

Mengenal Lanud Suryadarma, Subang


MENGENAL LANUD SURYADARMA, SUBANG
TERTUA,CIKAL-BAKAL SEKOLAH PILOT DAN CANDRADIMUKA BAGI PILOT HELI
Oleh : Kapten Sus Dodo Agusprio S.,SS.

Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma, Subang merupakan salah satu Pangkalan Udara TNI AU yang berada di jajaran Komando Operasi TNI Angkatan Udara (Koopsau) I, Jakarta. Sebagai Lanud tipe B, di Lanud Suryadarma terdapat sebuah satuan udara yaitu Skadron Udara 7 yang mengawaki dua jenis Pesawat Helikopter Bell 47 G Solooy dan EC 120 Colibri.
Dengan dua jenis helikopter tersebut tugas dukungan operasi udara bagi satuan lain dapat dilaksanakan. Demikian pula tugas tambahan pendidikan penerbang bagi Prajurit TNI dan TNI AU jurusan helikopter (rotary wing). Sehingga, sejak 1991 sampai kini Lanud Suryadarma dikenal sebagai home base bagi dilahirkannya para penerbang Helikopter (chopper) TNI dengan julukan “All Chopper were born in here”.
Staf-staf dan satuan lain di Lanud Suryadarma meliputi staf operasi, staf personel, staf logistik dan beberapa staf khusus. Terdapat pula Satuan Polisi Militer TNI AU (Satpomau) dan Rumah Sakit Tingkat IV. Sedangkan satuan samping di Lanud Suryadarma meliputi Wing Pendidikan Teknik dan Pembekalan (Wingdiktekkal), Kompi B BS Paskhas, Satuan Udara Pertanian dan Museum Amerta Dirgantara Mandala serta Museum Rumah Sejarah Kalijati, tempat bersejarah saat perundingan penyerahan kekuasaan penjajahan dari Belanda ke Jepang tahun 1942 sebagai Benda Cagar Budaya Subang.

LANUD PERTAMA DAN TERTUA DI INDONESIA
Lanud Suryadarma awalnya bernama Pangkalan Udara Kalijati didirikan Belanda pada Mei 1914 untuk melengkapi angkatan perang Belanda (KNIL) pada aspek pertahanan udaranya. Pemilihan Kalijati untuk pangkalan udara pertama Belanda berdasarkan survei Panglima Tentara KNIL Letnan Jenderal H. ter Poorten karena beberapa hal seperti iklim, cuaca dan angin cenderung stabil sehingga aman untuk penerbangan, secara geografis tidak terlalu jauh dari Batavia sehingga dapat memberikan bantuan operasi udara apabila dibutuhkan dan lokasinya relatif terlindungi oleh kondisi alam karena terletak di pedalaman.
Karena dalam rintisan maka segala sesuatunya darurat seperti nama satuannya Proef Vlieg Afdeling/PVA (Bagian Penerbangan Percobaan). Demikian juga pesawat udaranya berupa dua unit pesawat amphibi Glen Martin buatan Amerika Serikat yang tidak dapat mendarat di tanah terpaksa harus diberi roda tambahan agar bisa mendarat. Di samping itu, kondisi landasan Pangkalan Udara Kalijati juga sederhana, berupa lapangan rumput dengan bangsal-bangsal untuk pesawat yang terbuat dari bambu. Namun demikian, sejak itu secara bertahap mulai dirintis pembangunan sarana prasarana yang lebih permanen.
Pada 1917 kegiatan PVA bertambah dengan datangnya 8 Pesawat Pengintai dan 4 Pesawat Latih. Keempat Pesawat Latih itu digunakan untuk kegiatan pendidikan bagi calon pilot/penerbang, sehingga pembangunan sarana prasarana pendidikan pilot di Pangkalan Udara Kalijati mulai dikerjakan dengan intensif. Hal ini bagian dari persiapan militer Belanda untuk menghadapi perang dunia II setelah terjadinya Perang Dunia I pada 1914-1918.
Keberadaan Pangkalan Udara Kalijati selama 28 tahun (1914-1942) di bawah Belanda mulai nampak kemajuannya ditandai telah banyaknya bangunan fisik yang dibangun sehingga saat Tentara Jepang merebutnya, mereka tinggal menggunakannya. Beberapa bangunan yang terawat baik hingga kini antara lain
/ Hanggar ......
2
Hanggar A terletak di Ring I (Ring I saat itu ditembok keliling berbentuk segilima tinggi hampir 3 meter berdiameter kurang lebih 300 meter, sebagian bekas tembok masih berdiri) kini digunakan Hanggar Pesawat Polter Pilatus dari Satuan Udara Pertanian, Hanggar B (setelah direhab) dipakai untuk Hanggar Helikopter Bell 47 G Soloy, Hanggar C untuk Museum Amerta Dirgantara Mandala dan Pusat Pendidikan Terbang Layang, Hanggar D untuk Skadron Pendidikan 303, sedangkan bekas Gedung Sekolah Penerbang Belanda saat ini digunakan Markas Wingdiktekkal, juga kompleks-kompleks perumahan dinas salah satunya untuk Museum Rumah Sejarah Kalijati dan bangunan lainnya.
Mengingat berharganya Lanud Kalijati bagi Belanda, setelah Jepang meninggalkan Indonesia 1945 beberapa Tentara Udara Belanda kembali ke Kalijati sebagai teknisi yang bertahan hingga penyerahan kedaulatan Republik Indonesia pada 27 Desember 1949. Enam bulan kemudian pada 27 Juni 1950 semua fasilitas militer Belanda di Pangkalan Kalijati diserahkan ke AURI (Angkatan Udara Republik Indonesia). Sejak itu penataan fasilitas dan pendayagunaan sarana dilaksanakan diantaranya pembentukan kesatuan pendidikan 001/sekolah penerbang untuk tingkat dasar dan lanjutan, juga kesatuan pendidikan 002 dan 007 yang melaksanakan pendidikan Pengatur Lalu Lintas Udara (PLLU), Meteorologi, Perhubungan, Telegrapis dan Sekolah Setir Mobil, cikal-bakal satuan pendidikan Wingdiktekkal. Sejak 1960 sekolah penerbang dipindahkan ke Yogyakarta disatukan di tingkat akademi.
Pemindahan sekolah penerbang tersebut, menjadikan Lanud Kalijati sepi dari kegiatan penerbangan, tapi ramai oleh siswa TNI AU dari korps teknik dan pembekalan yang bersekolah di Wingdiktekkal sebagai satuan samping. Kesunyian dari kegiatan penerbangan berubah pada April 1989, saat Skadron Udara 7 sebagai skadron helikopter jenis khusus dan pendidikan pilot helikopter pindah home basenya dari Lanud Atang Senjaya, Bogor ke Kalijati. Sehingga sejak Januari 1990 Skadron Udara 7 telah menjadi satuan bawah Lanud Kalijati.
Perkembangan berikutnya nama Lanud Kalijati diganti dengan Lanud Suryadarma pada 7 September 2001 dengan alasan untuk menghargai jasa-jasa Bapak AURI Marsekal TNI S. Suryadarma sebagai pelopor AURI yang pernah sekolah penerbang di Kalijati. Peresmian penggantian nama Lanud tersebut dilaksanakan dalam suatu upacara militer dipimpin KSAU Marsekal TNI Hanafie Asnan, dihadiri ahli waris almarhum Marsekal TNI (Purn.) S. Suryadarma.
Kini sejak 1946 Lanud Suryadarma telah berganti komandan sebanyak 33 kali dan pada 2009 ini Lanud Suryadarma di bawah kepemimpinanan Kolonel Pnb Ras Rendro Bowo S.,SE (Alumni AAU 1983) menjabat sejak Juni 2007.

CIKAL-BAKAL SEKOLAH PENERBANG MILITER INDONESIA
Kedatangan empat pesawat latih Belanda di Lanud Kalijati merupakan cikal-bakal bangsa Indonesia memiliki sekolah penerbang militer. Keempat pesawat tersebut awalnya digunakan mendidik penerbang baru tentara KNIL yang ada di Kalijati agar mampu mengawaki pesawat intai. Sekolah Penerbang (Vliegschool) tersebut hanya menerima siswa warga Belanda asli karena adanya politik diskriminasi yang tidak mengizinkan pribumi menjadi penerbang, karena penerbang merupakan profesi elite bagi Belanda.
Setelah Vliegschool berjalan beberapa tahun, pada 1932 mulai menerima siswa pribumi namun dengan persyaratan yang ketat dan berat. Keadaan tersebut dialami oleh Letnan S. Suryadarma (Bapak AURI) ketika masih muda.
/ Karena......
3
Karena cita-citanya yang kuat menjadi penerbang ia harus menjalani tiga kali tes untuk diterima sebagai siswa penerbang di Kalijati pada 1937. Selama enam bulan menjalani pendidikan dilanjutkan sekolah navigator dan lulus pada 1939. Selanjutnya ia menempuh pendidikan instruktur yang mengantarkannya menjadi instruktur di Sekolah Penerbang Kalijati. Beberapa warga pribumi lainnya yang lulus brevet penerbang tingkat atas, Adi Sutjipto dan Sambujo Hurip sedang brevet penerbang tingkat pertama Husein Sastranegara, Sulistyo dan H. Suyono.
Sementara itu dari segi perkembangan satuan yang membawahi Pangkalan Udara Kalijati juga mengalami perubahan. Nama Bagian Penerbangan Percobaan untuk pertama kalinya berubah menjadi Vliegafdeling karena terjadi perkembangan tugas. Pada 21 Agustus 1921 Vliegafdeling berganti lagi menjadi Luchtvaart Afdeling (LA) atau Bagian Penerbangan. Di bawah LA terdapat Vliegdienst (Dinas Terbang) mengurusi aktifitas penerbangan dan Technisedienst (Dinas Teknik) bertugas merawat mesin pesawat. Karena keberadaan LA makin berkembang dan dibutuhkan KNIL, pada 1 Januari 1940 berganti lagi menjadi Militaire Luchtvaartdiens/ML (Dinas Penerbangan Militer), dalam ML terdapat Sekolah Penerbang Perwira (Vliegschool) yang mendidik pilot pesawat dan Sekolah Pengintai (Warnemerschool) mendidik calon navigator.
Selanjutnya pada 1939, Belanda mulai memindahkan lokasi sekolah penerbang dan pengintai dari Kalijati ke Pangkalan Udara Andir, Bandung dan mengubah nama sekolahnya untuk digabungkan menjadi Vlieg en Warnemer School. Sejak itu aktifitas sekolah penerbang berada di Bandung, pada 1949 Pangkalan Udara Kalijati dijadikan kembali oleh AURI sebagai pusat pendidikan penerbang tingkat dasar dan lanjutan namun pada 1960 pendidikan penerbang dipindah ke Yogyakarta hingga kini.

CANDRADIMUKA BAGI PARA PENERBANG HELIKOPTER TNI
Sejak Skadron Udara 7 bergabung dengan Lanud Kalijati pada 1990, tugas Skadron Udara 7 yang mengawaki 2 jenis pesawat Helikopter yaitu Bell 204 B Iroquois sebanyak 12 buah dan Bell 47 G Solooy sebanyak 12 buah selain mendukung kegiatan operasi udara juga mendidik calon penerbang helikopter. Pesawat latih yang digunakan adalah Helikopter Bell 47 G Solooy hasil modifikasi dari Bell 47 G 3 BI Sioux sejak 1984. Modifikasinya berupa mengganti engine piston AVCD lycoming AVCO TVD 43J enam silinder berbahan bakar avigas menjadi engine turbo prop allison 250C-20B berbahan bakar Avtur. Dengan modifikasi itu menjadikan Bell 47 G Solooy tetap mampu terbang, namun dari segi bentuk Bell 47 G Solooy cenderung sederhana yaitu hanya dua seat serta bagian belakangnya terkesan seperti pesawat yang belum jadi karena berwujud kerangka. Namun demikian Bell 47 G Solooy terbukti tangguh melatih calon pilot helikopter.
Dasar penyelenggaraan sekolah penerbang dengan Bell 47 G Solooy adalah instruksi KSAU pada Mei 1987 tentang penyelenggaraan pembinaan kesiapan operasi khusus dan pendidikan sekolah penerbang helikopter latih dasar bagi calon pilot helikopter TNI. Terdapat dua macam sumber siswa tiap tahunnya yaitu Sekolah Penerbang (Sekbang) PSDP (Prajurit Sukarela Dinas Pendek) program Markas Besar (Mabes) TNI, siswanya lulusan Sekolah Menengah Atas. Sebelum ke Skadron Udara 7, siswa Sekbang PSDP telah menjalani proses seleksi lalu pendidikan dasar kemiliteran di Solo kemudian pendidikan penerbangan dasar di Yogyakarta. Selama enam bulan siswa
/ Sekbang ......
4
Sekbang PSDP digembleng melalui dua materi pendidikan yaitu bina kelas dan bina terbang. Setelah lulus mereka menyandang pangkat perwira, oleh Mabes TNI disalurkan ke Angkatan Darat dan Angkatan Laut. Sumber kedua adalah Perwira Siswa lulusan Akademi Angkatan Udara (AAU), sekolahnya dinamakan Kursus Pengenalan Terbang Pesawat Helikopter (KPTPH). Mereka merupakan perwira penerbang yang dijuruskan ke Pesawat Helikopter, sebelumnya juga menjalani pendidikan dasar penerbangan di Yogyakarta. Siswa KPTPH juga menjalani tahapan pendidikan bina kelas dan bina terbang, setelah lulus mereka disalurkan ke satuan helikopter di TNI AU.
Apabila ditengok ke belakang peran Skadron Udara 7 dalam pendidikan sekolah penerbang helikopter sebetulnya telah dirintis sejak 1978, di Lanud Atang Senjaya, Bogor dengan nama pendidikan Terbang Transisi. Namun sejak 1989 Skadron Udara 7 pindah ke Kalijati agar kegiatan latih dasar helikopter dapat berjalan lancar. Hal ini disebabkan di Lanud Atang Senjaya, Bogor volume kegiatan penerbangan cukup padat oleh dua skadron helikopter yaitu Skadron Udara 6 dan Skadron Udara 8.
Sejak dirintis 1978 hingga 2008 Skadron Udara 7 telah meluluskan sekitar 570 orang Pilot Helikopter. Selain prajurit TNI, pilot yang dididik sebelum 1999 juga terdapat siswa-siswa dari luar negeri dan Kepolisian Republik Indonesia. Prestasi tersebut patut disyukuri karena dengan helikopter modifikasi jenis Bell 47 G Solooy yang merupakan pesawat tua namun tangguh, para siswa berhasil melewati masa-masa pengemblengan di kawah candradimuka Skadron Udara 7, Lanud Suryadarma untuk menjadi Pilot Helikopter (Chopper) yang profesional.

PERAN LANUD SURYADARMA KINI
Saat ini Lanud Suryadarma, Subang sebagai satuan jajaran TNI tetap melaksanakan kegiatan untuk memelihara kemampuan profesional prajuritnya melalui berbagai latihan rutin seperti penerbangan, menembak, Keamanan dan Pertahanan Pangkalan, survival juga olah raga militer dan olah raga umum. Di samping itu, Lanud Suryadarma juga melaksanakan dukungan bagi satuan lain baik siswa dari Prajurit Paskhas TNI AU maupun dari satuan-satuan TNI AD khususnya dalam penggunaan landasan dan sarana pendukungnya untuk latihan terjun payung udara dan latihan tempur lainnya.
Sebagai upaya menekan pertumbuhan penduduk di Kabupaten Subang, Rumah Sakit Lanud Suryadarma juga berpartisipasi dalam pelaksanaan program Keluarga Berencana Metode MOW. Sedangkan untuk membina minat kedirgantaraan Lanud Suryadarma membuka pintu bagi masyarakat baik murid, siswa, mahasiswa dan umum melalui kegiatan kunjungan mengenal pesawat terbang dengan melihat koleksinya di Museum Amerta Dirgantara Mandala dan juga Pesawat Helikoter di Skadron Udara 7 serta Study Tour sejarah di Museum Rumah Sejarah Kalijati. Viva Lanud Suryadarma.

Mengenal Dunia Kedirgantaraan di Subang


MENGENAL DUNIA KEDIRGANTARAAN DI SUBANG
Oleh : Dodo Agusprio Susilo,SS
Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma yang terletak di Kecamatan Kalijati, Subang, Jawa Barat merupakan salah satu satuan pelaksana Komando Operasi TNI Angkatan Udara (Koopsau) I, Jakarta. Selain tugas-tugas militer, Lanud Suryadarma juga memiliki tiga potensi study tour bagi anak sekolah sebagai obyek pembelajaran yang hingga kini masih dikunjungi guna menambah pengetahuan kedirgantaraan dan kesejarahan. Ketiga obyek itu adalah Museum Rumah Sejarah, Museum Amerta Dirgantara Mandala (Museum Hidup) dan Skadron Udara 7.
Setiap bulan rata-rata terdapat dua kunjungan dari sekolah di Subang yang secara berombongan dengan didampingi guru-gurunya. Sebelumnya pihak sekolah telah mengirimkan surat ijin berkunjung untuk pelaksanaan kegiatan tersebut kepada Komandan Lanud (Danlanud) Suryadarma. Pada prinsipnya kunjungan siswa dapat diterima walaupun saat jam dinas, dikarenakan membantu siswa dalam menambah pengetahuan, pengunjungnya tidak terlalu banyak (10-120 orang) dan waktu berkunjungnya tidak terlalu lama, maksimal setengah hari.

SEJARAH
Menurut catatan sejarah, Lanud Suryadarma dibangun pada 30 Mei 1914 oleh Penjajahan Belanda bernama Pangkalan Udara (PU) Kalijati. Sejak itu keberadaanya terus berkembang, hingga tahun 1921 Belanda menjadikannya sebagai tempat pendidikan penerbang pesawat. Setelah penyerahan kedaulatan Republik Indonesia tahun 1949, PU Kalijati diambilalih Tentara Keamanan Rakyat (TKR) Republik Indonesia Jawatan Penerbangan sebagai pusat pendidikan tenaga-tenaga penerbang dan teknisi.
Sejak saat itu PU Kalijati memperkuat satuan jajaran di TNI Angkatan Udara, sampai akhirnya pada 7 September 2001, nama PU Kalijati diubah menjadi Lanud Suryadarma. Ada dua pertimbangan perubahan nama tersebut pertama mengabadikan nama besar Bapak TNI AU yaitu almarhum Marsekal TNI (Purn) Rd. Suryadi Suryadarma sebagai Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) pertama yang membesarkan Angkatan Udara dan kedua peringatan bagi generasi penerus Angkatan Udara di Kalijati karena dalam riwayatnya beliau pernah mengikuti pendidikan penerbang di PU Kalijati.

SKADRON UDARA 7
Sebagai obyek favorit kunjungan siswa adalah Skadron Udara 7 yang di dalamnya terdapat dua jenis Pesawat Helikopter yaitu Bell G 47 Soloy buatan Amerika dan C 120 Colibri buatan Perancis. Kedua Helikopter tersebut setiap hari mengitari wilayah udara Kalijati, Subang, Purwakarta dan daerah sekitarnya untuk melakukan kegiatan penerbangan. Di Skadron Udara 7 mereka dipandu oleh seorang pilot atau teknisi yang tidak sedang melakukan kegiatan penerbangan untuk menjelaskan karakteristik dan spesifikasi kedua Helikopter tersebut dan profesi sebagai penerbang/tentara. Dengan dipandunya mereka oleh penerbang yang berpakaian khusus penerbang membuat pengunjung menyenanginya, demikian juga lalu-lalangnya beberapa anggota Skadron Udara 7 dengan pakaian seragamnya membuat pengunjung makin tahu sebagian profil dan keseharian kehidupan tentara dalam tugas.
/Melalui ......
2
Melalui kunjungan itu siswa sekolah memperoleh wawasan baru di bidang kedirgantaraan dengan mengetahui langsung wujud helikopter bahkan merasakan duduk di cockpit Pesawat Helikopter. Mereka juga melihat dari dekat Helikopter saat tinggal landas, terbang dan mendarat di apron dan landasan di depan hanggar Skadron Udara 7. Bahkan pada awal tahun ajaran baru 2008/2009, 12 siswa baru SMK 1 dan 2 Angkasa, Kalijati yang memiliki nilai tertinggi merasakan terbang dengan Helikopter C 120 Colibri selama 30 menit.
Kegiatan penerbangan helikopter di Skadron Udara 7 cukup padat karena adanya pendidikan untuk calon penerbang helikopter untuk dua jenis sekolah setiap tahun menggunakan dengan menggunakan Helikopter Bell 47 G Soloy. Rata-rata dua puluh siswa berlatih menerbangkan helikopter setelah sebelumnya mengikuti pendidikan dasar penerbangan di Wing Pendidikan Terbang, Lanud Adi Sutjipto, Yogyakarta.

MUSEUM RUMAH SEJARAH
Obyek selanjutnya adalah Museum Rumah Sejarah, bekas tempat perundingan Belanda dan Jepang tanggal 8 Maret 1942 untuk penyerahan kekuasaan atas penjajahan Hindia Belanda (Indonesia). Umumnya sebelum memasuki Rumah Sejarah mereka istirahat sejenak di halaman samping Rumah Sejarah yang rindang di bawah Pohon Mangga untuk makan pagi dan melepas dahaga. Selanjutnya mereka akan dipandu oleh pemandu untuk menjelaskan rangkaian peristiwa bersejarah sejak mendaratnya Tentara Jepang di daratan Indonesia pada Bulan Maret 1942 sampai kekalahan Belanda oleh Jepang.
Pengunjung kemudian berkeliling di dalam Museum Rumah Sejarah yang memiliki 8 ruangan untuk melihat benda-benda koleksi peninggalan Belanda dan Jepang. Koleksi tersebut antara lain batu prasasti mini kotak ukuran 40 X 50 cm buatan Tentara Jepang dalam vitrin sebagai tanda peringatan menyerahnya Belanda kepada Jepang, disampingnya terdapat dua pedang. Terdapat pula lemari sudut menyimpan koleksi barang pecah-belah peninggalan Belanda.
Di ruang tengah terdapat bekas tempat perundingan berupa meja persegi panjang dengan delapan kursi kuno beserta kain penutup bercorak kotak-kotak hitam putih. Di meja depan tiap kursi terdapat nama para pejabat Belanda dan Jepang yang melakukan perundingan. Pada sisi kanan-kiri terdapat dua bendera dua bangsa dan dua buah lukisan di tembok mengenai momen perundingan.
Pada kamar pertama di bagian depan terdapat tiga papan memuat foto-foto sejarah perundingan. Pada papan pertama terpampang 3 topik tentang peta jalan masuknya Jepang ke Indonesia, sejarah masuknya Jepang dan dialog antara Panglima Imamura dengan Gubernur Jenderal Belanda serta Panglima Ter Porten dalam terjemahan Bahasa Indonesia. Pada sisi kanan terdapat lukisan menggambarkan tiga lokasi pendaratan Pasukan Jepang di Pulai Jawa.
Pada kamar kedua terdapat bufet menyimpan beberapa buku referensi, album foto dan sebuah radio kuno. Di sampingnya terdapat papan foto sejarah mengenai kondisi Sekolah Penerbang Belanda dan mess para penerbang dan kru pesawat di PU Kalijati. Terdapat juga foto kondisi PU Kalijati, PU Husein Sastranegara di Andir, Bandung, PU Semarang dan PU Cililitan di Jakarta. Di samping itu terdapat pula foto-foto yang menggambarkan kekuatan Angkatan Udara Jepang, foto mantan serdadu Jepang yang tergabung dalam perkumpulan “Kalijati Kei” beserta keluarga. Tiap tahun mereka berziarah ke makam tentara Jepang yang kini dijadikan “Monumen Sejarah Tentara Jepang”.
/Pada ......
3
Pada kamar ketiga terdapat sebuah tempat tidur kuno dari besi, westafel dan papan foto-foto pesawat tempur Jepang. Selain itu terdapat papan yang bertuliskan proses penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang dalam Bahasa Jepang dan Belanda.
Museum Rumah Sejarah sebelumnya merupakan rumah dinas biasa sebagai tempat bagi Perwira staf Sekolah Penerbang Belanda. Keadaan tersebut kemudian dilanjutkan oleh Lanud Kalijati dan pada tahun 1986 atas prakarsa Komandan Lanud saat itu Letkol Pnb Ali BZE mulai diresmikan sebagai sebuah museum dengan nama Rumah Sejarah karena di rumah tersebut tempat diselenggarakannya Belanda dan Jepang. Tujuannya untuk peringatan bagi generasi muda agar mengetahui sejarah tempat berakhirnya penjajahan Belanda terhadap Indonesia selama 350 tahun di Kalijati, yang kemudian setelah di jajah Jepang selama 3,5 tahun pada tahun 1945 Indonesia mencapai kemerdekannya.

MUSEUM HIDUP
Obyek selanjutnya adalah ke Hanggar C, sebelum sampai ke obyek tersebut, pengunjung akan melewati beberapa tempat yang cukup mengesankan yaitu hamparan tanah lapang dan landasan pesawat udara yang begitu luas. Terdapat pula deretan Pohon Cemara di tepi jalan protokol yang kelihatan rapi dan beberapa pohon tua yang menghiasi sepanjang jalan menuju Hanggar C. Hal ini membuktikan Pangkalan Udara Suryadarma telah cukup tua usianya.
Hanggar C merupakan Hanggar Pesawat tua peninggalan Belanda yang mempunyai lima atap berjajar yang cukup luas. Saat ini Hanggar C selain sebagai Museum Pesawat bernama Museum Hidup atau Museum Amerta Dirgantara Mandala pada waktu-waktu tertentu juga dipakai untuk kegiatan pendidikan bagi atlet Terbang layang. Sehingga Hanggar C berfungsi ganda yaitu selain sebagai museum juga tempat Pendidikan Terbang Layang (Pusdik Terla) Nasional.
Di dalam Hanggar C terdapat sebuah ruangan/kamar yang dikelola Museum Amerta Dirgantara Mandala menyimpan foto-foto sejarah sekolah penerbang dan teknik militer di Indonesia dan beberapa benda koleksi. Sedang di ruang utama terdapat sebuah Pesawat Gruman Goose, sebuah Pesawat angkut jenis L-12 Lockheed, sebuah pesawat ringan jenis L 4 J Pipercup, sebuah Pesawat Cessna 180, tiga buah pesawat jenis gelatik yang masih dipakai sebagai pesawat penarik glider dan beberapa Pesawat Glider guna kegiatan Terbang Layang. Pesawat Terbang Layang biasanya diterbangkan pada Hari Sabtu dan Minggu.
Museum Hidup/Museum Amerta Dirgantara Mandala merupakan bagian dari Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandala, di Yogyakarta yang berada di bawah pembinaan Dinas Perawatan Personel TNI Angkatan Udara. Diresmikan oleh KSAU Marsekal TNI Ashadi Tjahyadi sebagai museum pada 10 April 1982. Keberadaan Museum Hidup dan dua obyek study tour itu turut menumbuhkan minat anak mengetahui sejarah dan dunia kedirgantaraan

Museum Rumah Sejarah Kalijati


MUSEUM RUMAH SEJARAH KALIJATI :
SAKSI PENYERAHAN KEKUASAAN HINDIA BELANDA
DARI BELANDA KEPADA JEPANG 1942

“Museum Rumah Sejarah” demikian nama museum yang sampai saat ini tetap eksis walaupun telah berusia setengah abad lebih sebagai tempat bekas perundingan Belanda dan Jepang tahun 1942. Museum Rumah Sejarah itulah yang menjadi saksi bisu penyerahan kekuasaan Belanda yang telah menjajah Indonesia selama 350 tahun kepada Jepang tanggal 8 Maret 1942. Lokasi Museum Rumah Sejarah terletak di Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Suryadarma, Kalijati, Subang, Jawa Barat sekitar 133 kilometer arah timur Ibukota Jakarta dengan sekitar 2 jam perjalanan darat. Kondisi bangunannya tetap terjaga karena sejak kemerdekaan berada di dalam lingkungan Pangkalan Udara (PU) Militer bernama PU Kalijati (berganti menjadi Lanud Suryadarma sejak 7 September 2001).
Museum Rumah Sejarah pada awalnya merupakan rumah dinas biasa yang dibangun tahun 1917 untuk tempat tinggal Perwira Staf dari Sekolah Penerbang Hindia Belanda di PU Kalijati. Guna mengenangnya sebagai tempat bersejarah atas inisiatif Komandan Lanud Kalijati saat itu, Letkol Pnb Ali BZE maka pada tanggal 21 Juli 1986 diresmikan sebagai sebuah museum dengan nama “Museum Rumah Sejarah”. Dengan demikian generasi penerus Bangsa Indonesia akan mengetahui tempat tersebut sebagai salah satu tempat bersejarah saat penyerahan kekuasaan penjajahan Belanda kepada Jepang.
Sejak diresmikannya “Museum Rumah Sejarah” tersebut, memori terhadap peristiwa bersejarah itu khususnya dari para pelaku perjuangan kemerdekaan tanah air kembali terkenang. Hal ini terbukti dengan diperingatinya 60 tahun berakhirnya era penjajahan Belanda di Museum Rumah Sejarah itu pada tanggal 9 Maret 2002 oleh Yayasan 19 September 1945 dan Yayasan Ermelo 96 sebagai paguyuban para pelaku perjuangan kemerdekaan. Acara tersebut dihadiri juga beberapa pejabat pemerintah dan pejabat teras Markas Besar TNI Angkatan Udara termasuk KSAU Marsekal TNI Hanafi Asnan.
Walaupun berada di komplek Lanud Suryadarma pengawasan dan perawatan Museum Rumah Sejarah berada di bawah Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Subang. Hal ini dikarenakan Museum Rumah Sejarah merupakan salah satu cagar budaya milik pemerintah yang berada di Kabupaten Subang.
Keadaan fisik bangunan Museum Rumah Sejarah tidak beda dengan rumah yang sekarang masih berdiri di Komplek Garuda, Lanud Suryadarma yaitu terdiri dari ruang tamu dan ruang tengah, tiga kamar dan ruangan belakang. Di ruang tamu terdapat lemari kaca (vitrin) yang memuat batu prasasti mini kotak ukuran 40 X 50 cm buatan Tentara Jepang sebagai tanda peringatan menyerahnya Belanda kepada Jepang, disampingnya terdapat sepasang pedang. Kemudian di tengahnya terdapat meja kursi kuno dan di kedua sudutnya ada lemari sudut kaca menyimpan benda koleksi mantan penghuni rumah.
Di ruang tengah sebagai bekas tempat perundingan terdapat meja persegi panjang dengan delapan kursi kuno beserta kain penutup bercorak kotak-kotak hitam putih. Di depan tiap kursi terdapat nama para pejabat Belanda dan Jepang saat melakukan perundingan. Pada sisi kanan-kirinya terdapat dua bendera kedua bangsa dan di tembok menempel lukisan sebuah momen perundingan.
Di kamar pertama yang terletak di bangunan depan terdapat tiga papan
/ memuat ......
2
memuat foto-foto sejarah. Pada papan pertama terpampang tulisan sejarah menyerahnya Pemerintahan Belanda kepada Jepang dan dialog Panglima Imamura dengan Gubernur Jenderal Belanda serta Panglima Ter Porten. Terdapat pula foto bersama para pejabat kedua negara saat setelah/sebelum
perundingan dan foto bangunan lama di PU Kalijati. Pada sisi kanan terdapat lukisan menggambarkan tiga lokasi pendaratan Pasukan Jepang ke Indonesia.
Pada kamar kedua terdapat almari rak buku-buku, album foto dan radio kuno. Di sampingnya terdapat pula papan foto-foto sejarah mengenai kondisi Sekolah Penerbang Belanda dan mess para penerbang dan kru pesawat di PU Kalijati. Terdapat juga foto kondisi PU Kalijati, PU Husein Sastranegara, Bandung, PU Semarang dan PU Cililitan di Jakarta. Di samping itu ada foto-foto pesawat tempur Jepang, aktifitas Tentara Jepang juga foto mantan beberapa serdadu Jepang yang tiap Bulan September ke Lanud Suryadarma.
Sersan Kinoshita meninggal saat pertempuran melawan Belanda di PU Kalijati. Saat ini makamnya dijadikan monumen dengan nama “Monumen Sejarah Tentara Jepang”, diresmikan pada tahun 1986 setelah sebelumnya hanya berupa makam biasa dan tahun 2003 mulai diberi cungkup atapnya. Kemudian tahun 2007 mulai dipagar, sehingga monumen tersebut terkesan terawat karena berpagar dan bercungkup. Monumen itulah yang menjadi sarana berdoa mantan Tentara Jepang sebagai rekan Sersan Kinoshita ketika berkunjung ke Lanud Suryadarma, selain bernostalgia ke Museum Rumah Sejarah dan Museum Amerta Dirgantara Mandala.
Pada kamar ketiga terdapat sebuah tempat tidur kuno dari besi, westafel dan papan foto-foto pesawat tempur Jepang. Terdapat pula papan yang bertuliskan proses penyerahan kekuasaan Belanda kepada Jepang dalam Bahasa Jepang dan Belanda. Kemudian di ruang belakang terdapat sebuah ruangan bekas kamar mandi dan dapur. Di beranda belakang rumah terhampar halaman luas, dari pintu belakang terdapat jalan berlantai dan beratap sirap dari kayu menuju ke bangunan pada sisi kiri halaman. Bangunan itu berupa sebuah garasi dan ruangan (kantor staf museum), dapur dan kamar mandi.
Sampai saat ini Museum Rumah Sejarah masih menjadi salah satu tujuan kunjungan siswa-siswa sekolah untuk study tour dari Taman Kanak-kanak sampai Sekolah Menengah Atas bahkan mahasiswa yang berada di wilayah Kabupaten Subang, Purwakarta dan Jawa Barat. Pengunjung biasanya melihat juga Pesawat Helikopter di Skadron Udara 7 Lanud Suryadarma serta Museum Pesawat Amerta Dirgantara, sebagai sebuah museum kedirgantaraan sekaligus markas Pusat Pendidikan Terbang Layang (Pusdik Terla) Federasi Aerosport Seluruh Indonesia (FASI) dimana terdapat Pesawat Gelatik dan Glider untuk kegiatan olah raga terbang layang nasional.

PENDUDUKAN JEPANG
Awal mulanya ketika Vice Admiral Takashi dari Jepang beserta balatentaranya mendaratkan pasukannya di Pulau Jawa tanggal 1 maret 1942. Mereka memilih tiga tempat pendaratan yaitu pertama di Merak, Banten yang dipimpin oleh Letnan Jenderal Hithoshi Imamura, kedua pendaratan di Pantai Eretan Wetan, Pantai Utara Jawa Barat yang dipimpin oleh Kolonel Shoji yang disertai oleh tentara udara dipersiapkan untuk menyerang PU Kalijati. Ketiga di daerah pantai Kranggan, Jawa Tengah dipimpin Brigade Sakaguchi.
Kolonel Shoji beserta 3000 anggota pasukannya yang menggunakan sepeda dan kereta tempur bergerak menuju PU Kalijati. Kedatangannya yang
/ tiba-tiba.......
3
tiba-tiba membuat penduduk dan tentara Belanda terkejut luar biasa, sehingga Belanda tidak dapat melakukan perlawanan terhadap serangan tentara Jepang yang diperkuat oleh serangan pesawat udaranya. Sehingga tentara Belanda mundur ke arah kota Bandung, akhirnya PU Kalijati dapat diduduki Jepang dengan mudah. Peristiwa tersebut merupakan pukulan berat bagi Belanda, sehingga mereka mencoba merebutnya melalui serangan dari Purwakarta dan Subang. Namun pasukan Jepang terlalu kuat, akibatnya moril tentara Belanda (KNIL) turun. Selanjutnya Kolonel Shoji bermarkas di Pusat Perkebunan Pamanukan, Ciasem. Dari tempat itu mereka mengejar pasukan Belanda yang bermarkas di daerah Ciater dan Lembang. Di daerah tersebut pada 6 Maret 1942 terjadi pertempuran besar yang mengakibatkan korban banyak di kedua belah pihak. Namun pada akhirnya Jepang dapat melumpuhkan Belanda.
Jenderal Ter Poorten sebagai Panglima tentara Belanda menghadapi dilema berat mengetahui kondisi pasukannya di lapangan. Dengan alasan tidak ingin malu di kancah internasional, Panglima Jenderal Ter Poorten dengan persetujuan Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh sebagai Gubernur Jenderal Belanda mengutus Jenderal Pesman, Panglima Bandung pada 7 Maret 1942 guna merundingkan dengan Kolonel Shoji mengenai penghentian tembak-menembak dan perhitungan pasukan yang ada di bawah Jenderal Pesman saja tidak untuk pasukan yang ada di Jawa. Tawaran penghentian tembak-menembak diterima. Kemudian Kolonel Shoji melaporkan perundingan itu kepada Jenderal Imamura di Batavia. Jenderal Imamura menginginkan perhitungan pasukan Belanda tidak hanya yang di Bandung tapi harus meliputi seluruh pasukan Hindia Belanda di Jawa. Keinginan tersebut disampaikan pada Kolonel Shoji untuk diteruskan pada pihak Belanda. Dengan berat hati Belanda akhirnya menyetujui syarat tersebut dan akan diadakan perundingan kedua pemimpin tertinggi yang direncanakan di daerah Jalancagak.
PENYERAHAN BELANDA
Pada tanggal 8 Maret 1942 perundingan dilaksanakan tapi tidak di Jalancagak, namun di PU Kalijati dengan pertimbangan dari pihak Jepang yaitu PU Kalijati merupakan PU yang kuat dimana terdapat armada udara tempurnya. Apabila perundingan gagal, Jenderal Imamura akan langsung memimpin perang. Syarat tersebut telah memperkuat Jepang dan melemahkan pihak Belanda. Akhirnya kedua pejabat tinggi Belanda yaitu Gubernur Jenderal Belanda Mr. A.W.L. Tjarda van Starkenborgh dan Panglima Ter Poorten menerima undangan Jenderal Imamura untuk berunding di PU Kalijati.
Dalam perundingan tersebut Jenderal Imamura minta agar Panglima Ter Poorten menyerah tanpa syarat dan menyerahkan seluruh Tentara Hindia Belanda. Kalau tidak dipenuhi maka Ter poorten boleh kembali ke Bandung, namun pertempuran akan dilanjutkan kembali. Jepang mengancam akan menghujani Bandung dengan Bom dari udara. Sesudah diberi waktu 10 menit, Ter Poorten akhirnya tidak berkutik, ia akhirnya menandatangani penyerahan kekuasaan dan kekuatan Hindia Belanda tanpa syarat.
Keesokan harinya Jenderal Ter Poorten melalui Radio Bandung memerintahkan penghentian tembak-menembak kepada seluruh pasukannya serta memerintahkan para komandan pasukan Belanda untuk menyerah tanpa syarat kepada satuan Jepang terdekat. Sejak itu tamatlah penjajahan Belanda dan secara berangsur-angsur mereka angkat kaki dari bumi pertiwi. (D. Agus P.)